Sebagaimana ungkapan yang sering diperdengarkan bahwa hakikat perubahan adalah perubahan itu sendiri. Secara sadar maupun tidak sadar, perubahan memiliki dampak pada kehidupan. Sehingga, perlu kesiapan dengan berbagai macam bentuknya. Perubahan ini akan dirasakan oleh setiap generasi. Tidak jarang saling menggusur keberadaan.
Generasi sendiri merupakan sekelompok individu yang mengidentifikasi kelompoknya berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian-kejadian dalam kehidupan kelompok tersebut dalam fase pertumbuhan mereka. (Adiawaty, 2019). Fenomena perubahan generasi telah jauh mendapat perhatian dari beberapa kalangan ilmuwan, salah satunya sosiolog Karl Mannheim dalam bukunya “essays on the sociology of knowledge” (1952).
Mannheim menyatakan fenomena generasi merupakan hasil dialegtis sosio—historis yang membentuk sebuah kelompok sosial dan mengidentifikasikan diri sebagai pembeda. Generasi menurut Mannheim adalah konstruksi sosial yang di dalamnya memuat individu dengan kesamaan usia dan pengalaman sejarah.
Fenomena sosial—historis tersebut terjadi di seluruh penjuru dunia. Sebab, kejadian demi kejadian terus menjalar dan dibersamai oleh perkaskas yang membentuk sosial masyarakat. Salah satunya di Indonesia, penduduk di Indonesia kini di huni oleh beberapa kelompok generasi: Pre – Boomer (>74 tahun) 1,8%, Baby Bommer (56-74 tahun) 11.56%, Gen X (40-50 tahun) 21.88%, Millenial (24-39) 25.87%, Gen Z (8-23 tahun) 27.94%, Post Gen Z (<8 tahun) 10.88%. (https://www.kompas.id, 2023).
Perbedaan yang tedapat pada antar kelompok generasi tersebut bisa kita lihat dari. Pertama, faktor kondisi sosial, ekonomi dan politik. Semua itu memberikan pengaruh yang cukup kuat atas pembentukan cara pandang generasi. Kedua, perkembangan dan beradaptasi atas teknologi sebagai jalan untuk memudahkan kelompok lebih cepat survive.
Ketiga, kecerdasan dan keterampilan penggunaan dan pemanfaatan teknologi digital menjadikan sebagai generasi yang mandiri, kreatif, inovatif serta mampu menemukan peluang yang baik. Apabila mereka yang tidak memiliki kecapakan atas tuntutan zaman, maka pasti dengan sendirinya akan terealenasi dan tergusur oleh kondisi.
Untuk itu, jika dipandang secara idelaitas yang serba modern ini, maka keberadaan generasi tua akan terkikis. Hal ini disebakan oleh ketidaksesuian atas kebutuhan. Akhirnya, celah ini akan diisi oleh generasi yang lebih melek akan perkembangan dan kemampuan dalam menggunakan piranti-piranti yang terbawa oleh era 4.0. Sebut saja dalam linkgungan kerja.
Tuntutan Era Revolusi Industri 4.0
Tanpa kita sadari bahwa dunia telah mengalami perubahan-perubahan. Prasetyo&Trisyanti (2019) membagi kedalam empat tahap. Pertama, revolusi industri 1.0 yang terjadi pada abad ke 18-an yang ditandai oleh penemuan mesin up, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal. Kedua, revolusi industri 2.0 terjadi ketika pada abad ke 19-an melalui penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah.
Ketiga, revolusi industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970-an melalui penggunaan komputerisasi. Keempat, revolusi industri 4.0 terjadi pada sekitar tahun 2010-an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.
Revolusi industri 4.0 ini secara mendasar menuntut peradaban manusia untuk melakukan perubahan cara berfikir, bersosial dan berekonomi. Dimana era 4.0 akan melakukan pemangkasan secara brutal berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Karena, kemudahan akses digital perilaku manusia ikut tergeser olehnya. Dibalik kemudahan yang ditawarkan sebenarnya menyimpan berbagai dampak negatif—positif.
Dampak negatif yang akan terjadi ialah pengangguran besar-besaran disebabkan oleh otomatisasi. Kemudian positifnya ialah kemudahan interaksi disebabkan dari ketidakterbatasan ruang dan waktu, percepatan menjadikan cost semakin rendah. Untuk menghadapi era industri 4.0 ini selain menyiapkan teknologi, disisi lain perlu dilakukan pengembangan sumber daya manusia, sehingga antara kemajuan yang terjadi berkesuaian dengan infrastruktur yang ada.
Fenomena-fenomena yang terjadi dalam arus yang di bawa oleh era 4.0 ini tidak lain hasil refleksi kritis-dialektis. Yang kemudian membentuk masyarakat modern. Masyarakat yang hidup di era saat ini adalah sebuah kelompok yang heterogeny dan menyimpan problematika yang tentunya jauh lebih kompleks.
Hal ini tentu akan menyulitkan bagi generasi-generasi lampau untuk dapat cepat beradaptasi dengan era saat ini. Salah satu pijakan untuk meredan kegelisahan yang dialami ialah dengan menyadari bahwa era saat ini bukan lagi menjadi eranya, melainkan telah terdapat kelompok generasi yang memiliki kepantasan untuk meneruskan dengan berbagai konsekuensinya.
Sebab, generasi termutakhir memiliki kecapakan beradaptasi dengan cepat atas proses perubahan yang terjadi, mulai dari ekonomi, budaya, politik dan sosial. Kini, kemajuan suatu bangsa akan ditentukan oleh kecerdasan, kegigihan dan kemandirian dengan bekal teknologi digital yang dikuasi.
Penulis : Dadang W
Posting Komentar