Keberpihakan Kang Moeslim, Politik dan Teologi Islam Transformatif (2)

Ilustrasi by editor news.ahmaddahlan.ac.id

Menjawab daripada upaya Teologi Islam yang berangkat dari respon realita sosial untuk kemudian menjadi pijakan politik di Indonesia. Menjadi penting karena langkah pijakan ini menjadi pemaknaan transformatif untuk diletakkan sepenuhnya pada kepentingan sosial kemasyarakatan.

Teologi Islam ketika dipahami dalam konteks tranformatif, Moeslim (Islam yang Memihak. 2005) meletakkan subtansi falsafahnya, bahwa ajaran ini merupakan hasil penilaian kritis terhadap pelbagai wacana teologi Islam. Kang Moeslim meyakini bahwa, dalam sejarah Islam, risalah tauhid adalah perintah ilahiah. Diturunkan bukan di ruang hampa, tetapi memiliki tujuan pragmatis yang mulia, antara lain untuk mendorong adanya humanisasi di tengah masyarakat Arab Jahiliyah yang penuh dengan krisis kemanusiaan pada saat itu.

Melalui pengertian ini, tauhid mempunyai makna moralitas yang paling mendasar untuk menegaskan politik kaum Muslim. Bahwa ketidakadilan, krisis kemanusiaan dan kemiskinan adalah ancaman yang serius untuk lebih diutamakan. Jika segala masalah kemanusiaan tersebut disebabkan oleh tangan-tangan struktur jahat daripada kekuasaan yang menindas maka sebagaimana pentingnya selalu kembali pada suri tauladan kenabian hingga sifat altruistiknya. Kaum muslim ketika meletakkan fondasi Islam transformatif harus berusaha melawan pemikiran yang jauh daripada itu saat dihadapkan pada posisi berjuang dipolitik dalam baju negarawannya.

Selanjutnya adalah bentuk loyalitas dari kepentingan masyarakat juga dihubungkan pada kesadaran kondisi krisis kemanusiaan tersebut. Kesadaran dan loyalitas ini dapat membentuk karakter politik Islam itu sendiri. Secara nilai kepentingan, Kang Moeslim menjelaskan bahwa teologi Islam memiliki beberapa syarat agar supaya benar-benar berfungsi secara transformatif, syarat tersebut adalah :

Pertama, "Teologi Islam harus bervisi sosial-emansipatoris".
Kedua, "Memerlukan kontekstualisasi nilai etika kitab suci, serta bukan tekstualisasi".
Ketiga, "Peran agama liberatif ini merupakan hasil daripada dialog terbuka antara teks dan konteks, sehingga melahirkan suatu penghayatan terbaik yang memihak kemanusiaan".
Keempat, "Asas ortodoksi Islam harus dimaknakan sebagai tumpuan untuk kepentingan umat (yang bersifat bervisi dan futuristik)".
Kelima, "Orientasi ke Islaman bukan sekedar ortodoksi tetapi juga ortopraksi".
Keenam, "Para intelektual, komuniti, serta institusinya harus berfungsi kritis khususnya terhadap pengaruh struktur yang dominatif, hegemonik dan menindas".

Oleh karena itu menurut hematnya, Moeslim (Wong Cilik dan Kebutuhan Teologi Transformatif. 1989) ijtihad menjadi jalan terbaik dalam rangka meluruskan setiap bentuk penyimpangan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar kemanusiaan. Maka, Pemahaman Islam transformatif dapat menyentuh persoalan-persoalan dasar keagamaan, paradigma berfikir dan bagaimana meletakkan visi ajaran agama Islam yang lebih liberatif-emansipatoris tatkala berhubungan dengan fenomena ketidakadilan, kepincangan sosial dan krisis kemanusiaan.


Keresahan Kepentingan Politik Islam Adalah Upaya Meletakkan Tauhid pada Transformasi Kebijakan yang Berpihak pada Nilai Luhur Kemanusiaan holistik dan majemuk dalam bernegara.


Secara lebih jauh, Moeslim (Suara Tuhan, Suara Pemerdekaan : Menuju Demokrasi dan Kesadaran Bernegara. 2009) ia yang juga cendekiawan Islam dari Lamongan ini menyatakan bahwa, “…bagaimana agama sebagai wacana keimanan mampu melakukan pergulatan sejarah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga agama tetap mempunyai kekuatan profetik untuk mengubah keadaan dan menjadi hidayah bagi terwujudnya masyarakat yang damai dan berkeadilan .”

Konteks pemahaman di atas menjadi penting bagi seorang pejuang politik serta baju negarawannya karena ketika ia muslim maka kemampuan meletakkan Teologi Islam Tranformatif menjadi upaya yang serius untuk kepentingan masyarakat. Dalam menghadapi pemilu 2024 yang telah usai pada tahap pergantian presiden, wakil presiden dan legislatif di Indonesia. Sekarang ini dimulainya oleh KPU proses pemilihan Gubernur, Daerah dan Walikota menjadi aspek penting khususnya pemimpin periode selanjutnya. 

Mengambil salah satu contoh upaya penerapan supaya bisa dilakukan di Indonesia yakni kabupaten Lamongan untuk kemudian Politik Islam diletakkan pada kepentingan masyarakat. Walaupun refleksi keberpihakan dasar politik Islam di atas juga tidak lupa bahwa kemampuan untuk meletakkan kepentingan masyarakat pada kesatuan harmonis dari perbedaan agama di masyarakat Lamongan.

Kemungkinan terjadinya berbagai masalah keresahan tentang keberpihakan kuasa dan kelompok masyarakat Lamongan baru bisa dipertanyakan efektifitasnya. Terjadinya masalah tidak jauh daripada kebijakan yang dikonsumsi publik baik tentang infrastruktur, ekonomi, kesehatan, pendidikan, lingkungan dan lainnya. Keresahan atas realita yang ada juga perlunya dikorelasikan tentang "sudah sampai manakah kepentingan masyarakat dipenuhi bersama ?". 

Bukan hanya pemerintah, aspek negarawan yang dimiliki masyarakat Lamongan menjadi komitmen tentang sudahkah dijaga kebersamaan masyarakat yang holistik dan majemuk ini. Menjadi upaya lebih jauh visi bersama untuk kemajuan kabupaten Lamongan. Sehingga kapasitas dari upaya tindakan-tindakan yang ada bisa dilakukan untuk memberikan efek kemakmuran, kesejahteraan, keadilan, pembangunan berkelanjutan, dan khususnya selalu resah pada krisis kemanusiaan disekitar kita seperti dtegaskan oleh Kang Moeslim di atas.

#itbatla #koma #politik #teologiislamtransformatif


Penulis : M. Nurul Huda

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama