Hilangnya Marwah Mahasiswa (2)

Dedikasi sebagai mahasiswa menentukan dirinya untuk memperjuangkan marwah di tengah kondisi masyarakat

Dengan demikian, mereka tidak hanya mengejar kesuksesan pribadi, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perbaikan sosial dan pembangunan bangsa. Masa Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia di mana mahasiswa memainkan peran krusial sebagai agen perubahan.

Pada periode ini, mahasiswa menunjukkan semangat juang yang tinggi untuk memperjuangkan demokrasi dan mengakhiri rezim Orde Baru yang berkuasa. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di berbagai kota, terutama di Jakarta, menunjukkan kekuatan dan keberanian mahasiswa dalam menuntut perubahan. Upaya kontrol sosial mahasiswa menghasilkan hasil sebagai agen perubahan di masanya.

Mereka tidak hanya menuntut gaya hidup Presiden Soeharto, tetapi juga reformasi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penegakan hukum, transparansi pemerintahan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pada masa Reformasi, marwah mahasiswa sebagai agen perubahan sosial sangatlah kuat. Mereka berperan sebagai penggerak utama dalam menyuarakan aspirasi rakyat yang selama ini terbungkam.

Melalui berbagai aksi refleksi, diskusi publik, dan gerakan-gerakan sosial mahasiswa mampu menggalang solidaritas dan menggerakkan masyarakat untuk bersatu dalam memperjuangkan reformasi. Semangat kolektivisme dan keberanian untuk melawan ketidakadilan menjadi ciri khas gerakan mahasiswa saat itu.

Namun, situasi ini mulai berubah seiring berjalannya waktu. Setelah masa Reformasi, tantangan baru muncul yang menguji marwah mahasiswa sebagai agen perubahan. Salah satu tantangan terbesar adalah perubahan dalam konteks sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi cara pandang dan prioritas mahasiswa.

Di era globalisasi dan digitalisasi, mahasiswa memikirkan berbagai pilihan dan peluang yang mempengaruhi fokus dan arah perjuangan mereka. Tekanan ekonomi yang semakin besar menjadi salah satu faktor utama yang menggerus semangat idealisme mahasiswa. Biaya pendidikan yang terus meningkat dan kebutuhan hidup yang semakin tinggi memaksa mahasiswa untuk lebih fokus pada studi dan pekerjaan paruh waktu demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hal ini mengurangi waktu dan energi yang bisa mereka curahkan untuk terlibat dalam aktivitas sosial dan politik. Kondisi ini diperparah dengan sistem pendidikan yang semakin kompetitif dan berorientasi pada hasil, yang penting pentingnya pencapaian akademik dan prestasi individu.

Pengaruh teknologi dan media sosial juga berperan signifikan dalam perubahan dinamika aktivisme mahasiswa. Media sosial yang awalnya dapat digunakan sebagai alat untuk mobilisasi dan kampanye sosial, kini lebih banyak digunakan untuk konsumsi hiburan dan interaksi pribadi.

Budaya konsumerisme dan hiburan yang didorong oleh media sosial membuat banyak pelajar teralihkan dari isu-isu sosial yang lebih besar yang terkadang tidak memberikan perbaikan pada kondisi masyarakat. Mereka lebih memilih aktivitas yang memberikan kepuasan instan daripada terlibat dalam perjuangan jangka panjang yang membutuhkan komitmen dan pengorbanan.

Ketidakhadiran figur-figur panutan yang bisa menginspirasi juga menjadi salah satu faktor hilangnya marwah mahasiswa. Pada masa Reformasi, banyak tokoh mahasiswa dan aktivis yang menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terlibat dalam perubahan sosial. Namun seiring berjalannya waktu, semakin sedikit tokoh yang mampu memberikan teladan dan membimbing mahasiswa dalam aktivitas sosial dan politik.

Tanpa teladan yang kuat, mahasiswa kesulitan menemukan arah dan motivasi untuk terus berjuang demi keadilan dan perubahan. Untuk mengembalikan marwah mahasiswa sebagai agen perubahan sosial, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak.

Kampus sebagai institusi pendidikan harus memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan kepedulian sosial mahasiswa. Kurikulum pendidikan perlu dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga pada pembentukan nilai-nilai idealisme dan integritas.

Kegiatan ekstrakurikuler yang berorientasi pada sosial dan politik harus didorong, serta ruang-ruang diskusi dan debat harus difasilitasi untuk mengembangkan kemampuan kritis mahasiswa. Selain itu, perlu adanya dukungan dari masyarakat dan alumni untuk membimbing dan menginspirasi mahasiswa.

Senior/alumni yang sukses dalam memperjuangkan keadilan sosial dan perubahan politik bisa menjadi role model yang kuat bagi mahasiswa. Mereka bisa berbagi pengalaman dan memberikan arahan yang konkret tentang bagaimana menggabungkan kesuksesan pribadi dengan kontribusi sosial yang berarti.

Mahasiswa juga perlu terdorong untuk mengembangkan solidaritas dan kerja sama dalam menghadapi isu-isu sosial. Kegiatan-kegiatan kolektif seperti proyek sosial, advokasi kampanye, dan komunitas kerja bisa menjadi sarana efektif untuk menghidupkan kembali semangat kolektivisme dan kebersamaan di kalangan mahasiswa.

Dengan demikian, mereka tidak hanya mengejar kesuksesan individu, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perbaikan sosial dan pembangunan bangsa. Dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah, siswa harus menemukan kembali marwah mereka sebagai agen perubahan.

Dengan semangat idealisme, integritas, dan kepedulian sosial, mahasiswa dapat menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan dan perubahan.

Penulis : A. Misbakhul Khoir


#itbadla #mahasiswaindonesia

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama